Siapa yang suka harpitnas? Itu
tuh, hari kejepit nasional. Kemarin libur, tapi hari ini masuk, padahal besok
ketemu tanggal merah lagi. Hari yang paling tidak aku suka bagaikan membenci
cewek-cewek hobi php (pemberi harapan palsu). Sekaligus mendorong aku giat belajar demi cita-cita
menjadi pengusaha spesialis percetakan kalender. Kelak dengan jabatanku sebagai
direktur utama, seluruh harpitnas akan menggunakan warna merah. Sayangnya, aku
mengawali harpitnas kali ini dengan hujan kesialan, seakan dewi fortuna tengah
cuti liburan ke Timbuktu.
Sumber sialku sebenarnya adalah
si Tyrannosaurus. Dia bukan hewan peliharaan, tapi kendaraan roda empat yang
suara mesinnya mirip singa kelaparan tujuh hari. Belum lagi Pakdhe Juki, supir pribadi, baru tahu kalau
ban mobil bocor. Apalagi ban serep ternyata semalam menjadi camilan pesta para
tikus rumah. Untuk sementara, si Tyrannosurus rawat inap dulu di bengkel
terdekat.
“Pakdhe! Terus aku ke sekolah
naik apa?!” keluhku dengan suara yang konon mirip Justin Beiber lagi batuk
pilek. Bibirku mengerucut, tangan berkacak pinggang, dan menatap tajam Pakdhe
Juki bak memergoki maling jemuran.
Tapi, bukan Dito Valentino
namaku kalau tidak memiliki stok ide cemerlang. Buru-buru aku memetakan rencana
kilat. Aku harus tetap berangkat sekolah demi berjumpa dengan Katty Perry, adik
kelas yang bakal menerima cintaku selepas sekolah, sesekali sok cakep boleh kan.
Pertama, meluncur ke sekolah
dengan taksi. Tapi, Papa Mama baru saja meluncurkan peraturan embargo uang
jajan gara-gara nilai fisikaku lengket sama angka empat. Memangnya Pak Supir
Taksi mau menerima uang bergambar Barbie milik adikku yang masih balita?
Apalagi Papa Mama sudah melesat ke kantor mengingat hari ini adalah tanggal
gajian.
“Pakdhe antar pakai sepeda onthel ini,” ujar Pakdhe Juki sembari menepuk sadel. Dia menambahkan, “Sepeda tua begini, masih terawat lho. Nanti Pakdhe lewat jalan tembus saja biar cepat,” Pakdhe Juki nyengir merasa memiliki usul brilian. Enak saja, apa kata teman-temanku nanti, sudah wajah seganteng pacar Selena Gomez ini naik sepeda onthel? Bisa jadi, bukan Katty Perry yang menerima cintaku, tapi Katty Perih, hiks.
Baiklah, rencana kedua adalah minta tolong Yudis, sahabatku. Jemariku menggurita di dalam tas. Meraih handphone. Lalu menghubungi ponsel Yudis. Yen ing tawang ono lintang cah ayu… Wedeh nada sambung Yudis sangat keroncongis. Tapi sampai lagu bahasa jawa itu berganti musik merinding disko, Yudis tidak mengangkat teleponnya! Membuatku galau level tungku. Keringat dingin makin mengalir deras apalagi enggan mencicipi sepeda onthel najong. Tertangkap oleh ekor mataku Pakdhe Juki yang bergeming di samping sepeda onthel. Yah, no other choice, kali ini dengan berat hati harus menggadaikan kegantenganku di atas sepeda jelek keramat itu. “Yo wis Pakdhe, buruan anter aku,” akhirnya si Ganteng mengalah. Cie…
Sepeda tua Pakdhe Juki terbukti
ampuh meliuk-liuk nrabas jalan-jalan
tikus. Aku menginjakkan halaman sekolah pada lima menit sebelum bel berdentang. Aku
bergegas loncat dari boncengan karena biang malapetaka menunggu. Pangky adalah
kompetitorku dalam berebut si bulu-mata-lentik-anti-badai, Katty. Pangky baru
saja menutup pintu mobil Me**y terbarunya.
“Hahaha… kenapa mas bro, sudah
enggak punya kartu kredit ya? Mana mobil lo? Lo gadai ya? Mbok ya ditukar mobil yang agak murahan dikit kenapa. Ini malah
dituker sepeda unto,” nyinyir
Pangky. Maklum, Pangky memang turunan bule-Jawa-Betawi, jadi bahasanya juga
campur aduk kek gado-gado.
“Bukan urusanmu,” jawabku
sengit.
“Jangan lupa nanti jemput aku
dengan si Tyrannosaurus,” bisikku kepada Pakdhe Juki.
Cepat-cepat kutinggalkan Pakdhe
Juki dan Pangky. Daripada telingaku panas gara-gara Pangky terkekeh memergokiku
berangkat ke sekolah dengan sepeda yang katanya pernah dipakai Pakdhe Juki
kencan bareng Ratu Elisabeth.
Tak sabar rasanya menjalani
proses belajar mengajar. Ingin lekas pulang dan bertemu dengan Katty yang acap
kali membuat ilerku keleleran. Kulit kuning langsat, bodi langsing, rambut
panjang nan beruban, eh.
Jam istirahat yang rencananya
aku manfaatkan dengan menyapa gebetan, justru bertemu dengan cewek ganjen.
Bryna, cewek centil agak-agak jijay ini kata teman-teman sekelas lagi naksir
berat ke aku. Dia duduk di hadapanku seraya menyunggingkan senyuman. Memamerkan
lesung pipit yang besar hingga aku bisa memasukkan kerikil di dalamnya.
“Dito mau ke kantin?” tanya
Bryna. Suaranya dia buat semerdu mungkin sampai membuat Yudis terlelap. Zzz…
zzz… zzz…
Aku mengangguk, “Mau sih,
tapi…”
“Aku juga mau!” potong Bryna
antusias.
“Eh, enggak jadi deh. Aku
menyandarkan punggung. Menjauh dari wajah Bryna.
“Kalau begitu, Dito mau
kemana?”
“Kemana saja asal tidak ada
kamu.”
Ups. Bryna tak patah arang.
“Kalau cokelat suka?” tanya
Bryna sembari menyodorkan sebatang cokelat.
“Suka tapi bukan dari kamu.”
Krik... krik… krik…
Dentang bel menyelamatkanku
dari terkaman Bryna yang taringnya mirip pisau tukang jagal sapi, serem!
***
Kriiiinnng. Yeah sekolah telah usai. Buru-buru aku
menyambar tas, menyampirkan di bahu dan beranjak. Kelas Katty menjadi sasaran
utama langkahku. Sampai di ujung koridor, aku mendapati Pangky sudah nongkrong.
Pangky mengajak Katty ngobrol, sesekali tawanya menggelegar sengaja membuat
batinku membara. Lagaknya sok akrab dengan My Selena Gomez. Aku mengepalkan tangan,
Asem!
“Uhuk… uhuk,” aku pura-pura
batuk ketika berdiri di dekat mereka.
Mereka berdua menoleh ke
arahku. Yang satu berekspresi malu dengan pipi bersemu, dan yang satu lagi
nyengir kuda. Kira-kira sudah paham kan
ekspresi siapa itu?
Konon, kalau kita berduaan maka
orang ketiga adalah setan. Kurang lebih, itulah sosok Pangky. Dimana aku mau
mencari suka cita, di sana
lah dia selalu membawa duka cita. Ampun deh.
“Mas Pangky, Katty pulang dulu.
Bang Dito sudah datang,” ujar Katty memecahkan suasana dingin.
Aku menarik dua sudut bibir.
Senyum kemenangan. Batinku menggelinjang sampai aku ingin menari hula-hula,
tapi ingat harus jaga image di depan gebetan. Nanti saja, jogetnya kalau di
kamar sendiri.
Katty mengiringi langkahku
hingga depan halaman sekolah. Aku celingak-celinguk mencari si Tyrannosaurus.
Cukup lama menanti kedatangan Pakdhe Juki. Lamanya bagaikan smoothing rambutnya
Candil. Kasihan Katty. Dahinya sudah penuh keringat mirip jagung-jagung montok.
Wajahnya mulai pasi karena terik siang bagaikan mentari nemplok di atas rambut.
Ditambah Pangky sok setia
menemani kami. Hush… hush! Sana kamu, enggak pulang dulu kenapa sih coy.
Ciiiittt…Mobil
kecil berwarna pink norak berhenti di depanku. Kaca jendela turun dan
seorang cewek menyapaku kegenitan. “Hai Dito, pulang bareng aku saja yuk?
Daripada kepanasan,” suara nenek lampir Bryna terdengar meraung di siang yang
gersang itu. Duh, merana sekali hatiku ini. Kenapa cobaan dunia ini terus
beruntun menerpaku? Kenapaaa???!
Pangky, yang sok gentleman
menawarkan tumpangan ke Katty. “Gimana kalau Mas Pangky anter Katty? Kasihan
cantik-cantik kok dijemur kayak gini.”
“Tunggu!” aku menahan langkah
Katty. Pandanganku tertuju pada sosok Pakdhe Juki yang mulai nongol batang
hidungnya. Pakdhe Juki meluncur terseok-seok. Tapi kok… Aku memincingkan mata.
Mengucek mata. Memastikan kalau pandanganku masih normal. Pakdhe Juki
menggenjot sepeda tua! Haduuuh.
Kuhela napas dalam-dalam. Ingin
sekali membenamkan wajah dengan telapak tangan. Oh tidak, Pakdhe Juki makin
mendekat. Katty memandangku dengan dahi berkerut. Pangky terkikik geli. Dan si
lampir Bryna pun makin tersenyum menggoda.
Cinta terkadang bagaikan
harpitnas. Berdiri di antara dua hati. Seperti Katty yang terjebak antara
cintaku dengan Pangky. Dan, aku yang berada di persimpangan hati antara Katty
dengan Bryna. Tsaaah. Tapi kali ini, harpitnas aku rayakan dengan berada di
antara Pakdhe Juki dan Sepeda onthel.
Tulisan Uniek Kaswarganti berkolaborasi dengan Wuri Nugraeni
Tulisan Uniek Kaswarganti berkolaborasi dengan Wuri Nugraeni
bhahaha.. ngakak bacanya. but overall keren :)
BalasHapusSeger banget bahasanya. Berasa minum es jeruk di siang hari.
BalasHapuspakdhe Juki kasih ongkos pulang naik angkot aja. Dito sepedaan sm Kathy hehe
BalasHapuskunjungan perdana,
BalasHapussalam kenal
Bagus mba tulisannya
BalasHapusmruhulessin, mb Niken, mak Myra, tau cantik dan Anakku Inspirasiku : terima kasih untuk kunjungan dan komennya :)
BalasHapusYaudah Sepedaan aja sama Katty kan romantis tuuuhh..
BalasHapusBahasanya renyah penuh humor.. hihi
hehehe...ntar bulu matanya si Katty ketiup angin bisa lengket bund :D
BalasHapusini saya lagi belajar sama penulis komedi mb Wuri Nugraeni, bun, susah euy ternyata nulis yg lucu2 gitu, makanya blm pede nulis sendiri, masih minta ditemani nih
yay...
BalasHapusqiqiqi kasihan si Katty disebut-sebut mulu, keselek tuh dia :-)
gookiilll...the next boim lebon :))
BalasHapus*bubu barra*
Wuri : makasih yo say udh dipandu ke 'arah yang benar' hehehe...
BalasHapusMak Sari : thks udah mampir. koq pake anonim sih namanya?
apik say...(y)
BalasHapusIhhh...seneng deh bacanya, langsung kebawa kemasa muda dulu(masa2 sekolah) tiba-tiba merasa muda lagi...hehehe...
BalasHapusabg banget ni ceritanya, hhihi..
BalasHapussalam knal mbak
Inung : suwun ya
BalasHapusmb Ririn : ya maklum yg nulis juga masih muda mba *ups
Dian Fernanda : yg nulis juga abg koq (Angk Babe Gwe) wkwkkkk... salam kenal juga ya
Niek, sudah kubaca sampai selesai, seru! Aku sampai ketawa-ketiwi sendiri di perpus ... hahaha, love it! sheilla x
BalasHapusthks dear Sheila, hope this funny story can seize your day ;) have your nice day in library
BalasHapuscinta itu terkadang seperti harpitnas, wkwkwkwkwkw...ada2 aja nih mbk :D
BalasHapuswkwkwkwk kocak..bkiin kumcer komedi seru keknya yaa kita bertiga hihihi
BalasHapusmak Dedew : wooww...mau bangeeeddd... mauuuu... hayuk to aku ini ditraining ben iso lucu :)
BalasHapus