Hayo siapa yang tidak pernah mendampingi putra putrinya saat belajar? Apalagi menjelang tes, kebanyakan orang tua -- sepertinya lebih banyak ibu/mama/bunda deh ya dibandingin bapak/papa/ayahnya -- menjadi tentor dadakan untuk ananda tercinta. Sistem kejar tayang demi menghadapi tes esok paginya.
Bisa dibayangkan kah ekspresi anak-anak kita saat 'spaneng' belajar model kejar tayang begitu?
Vivi lagi pusing tujuh keliling menghadapi tabel perkalian. Yang sabar ya nak....
serius sekali mengerjakan latihan soal
mungkin ikon wajah itu tepat sekali menggambarkan ekspresinya saat itu
Meskipun sulit dihindari kejadian seperti di atas, ada beberapa hal yang bisa kita siasati untuk meringankan 'penderitaan' anak saat belajar kejar tayang. Kenapa kusebut penderitaan? Mari kita jujur kepada diri kita sendiri, anak-anak akan lebih memilih mana saat kita berikan pilihan antara belajar dengan main game, atau jalan-jalan, atau membaca majalah maupun novel anak kesukaannya?
Belajar akan terasa nikmat manakala :
- Dilakukan secara rutin tiap hari. Mengulang-ulang dengan ringan pelajaran yang didapatkan hari itu akan jauh lebih mudah dibandingkan harus sekali lahap saat akan tes.
- Dikombinasikan dengan fun learning. Pada pelajaran tertentu seperti PKN (Pendidikan Kewarganegaraan) atau KPDL (Kepedulian Pada Diri dan Lingkungan) acapkali terdapat materi yang membingungkan. Misalnya tentang toleransi, tenggang rasa, empati, dsb. Untuk anak SD kelas 1 hingga 3 mana bisa mereka mendeskripsikan istilah-istilah tadi. Yang lebih utama bukan pada deskripsinya, namun pada contoh-contoh nyatanya. Nah di sini perlu edukasi yang lebih mendalam dari orang tua saat anak mencoba untuk memahaminya. Pemberian contoh kejadian sehari-hari yang lucu dan kocak namun mendukung tema akan lebih mengena dibandingkan mewajibkan anak untuk menghapalnya.
- Menggunakan metode permainan. Terutama saat melatih kemampuan hitungan, pemberian latihan soal yang tidak monoton membuat anak akan memberikan perhatian lebih. Seringkali bila dihadapkan pada buku bank soal wajah si anak akan langsung 'memucat seputih kapas', parno duluan sebelum mengerjakannya.
- Situasi belajarnya menenangkan, bukan penuh ancaman. Acap kali ortu terlalu memaksakan tingkat pemahaman anak dan berpendapat sudah selayaknya untuk berbagai latihan soal anak telah menguasainya benar-benar. Padahal tak jarang soal 2x10 dan 5x4 yang semestinya jawabannya sama malah bisa jadi sumber 'cekcok' gara-gara anak sudah stress duluan melihat ekspresi ortunya yang sedang mendampingi.
Sudahkah para papa dan mama di sini menyadari tentang hal tersebut di atas? Aku sendiri masih sering tidak konsisten dalam menerapkannya. Dengan sejuta alasan pembenaran, tadi capek di kantor lah, banyak kerjaan lah, si bungsu rewel minta segera ditemani tidur lah, akhirnya emosi jadi tidak stabil. Berakhir dengan penyesalan deh bila sudah terlanjur naik darah *hela napas panjang...
Sebenarnya tidaklah masalah mematok target untuk anak kita dalam pelajaran yang diikutinya. Namun perlu juga dilihat minat dan kompetensi anak kita sendiri. Seperti Vivi sulungku yang kelas 3 SD ini. Saat pelajaran matematika, PKN dan KPDL dia akan mengeluh luar biasa dan menunjukkan muka menderita. Tapi giliran belajar Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa langsung sumringah raut wajahnya. Meskipun tulisan Jawa-nya acak adul, tapi dia senang untuk latihan terus. Tidak seperti matematika yang tiap kali dibuatkan soal pasti langsung sudah seabreg alasannya untuk menunda-nunda pengerjaannya. Yang mau BAB lah, yang haus mau ambil air putih dulu lah, yang lupa kalau tadi penghapusnya ketinggalan di sekolah dan minta dibelikan dulu lah, adaaaa saja deh bila sudah begitu.
Meskipun berbalut 'cover' garang di depan anak, sebenarnya untukku pribadi tidak terlalu masalah berapa pun nilai yang didapat sulungku ini. Dia bebas menyukai apa pun sesuai minatnya. Seandainya nih ya, seandainya ada sekolah yang hanya mengajarkan pelajaran yang disukainya saja, sudah kusekolahkan Vivi di sana dari dulu hehehee...
Yah, bagaimana pun juga tidak bisa anak yang harus terus dituntut untuk belajar. Justru kita orang tuanya yang harus terus belajar untuk menemukan cara terbaik untuk putra putri kita dalam menemukan pemahaman termudah sesuai daya nalarnya saat ini. Yuuukkk para orang tua terkasih, mari kita terus berusaha menjadi orang tua yang bijak dan mengayomi anak-anak kita. -- doa khusyuk untuk diriku sendiri khususnya
pengin segera jalan-jalan dengan Vivi selepas tes sekolah ini :) |
Baru ngeh setelah baca profil. SMP, SMA dan kampus kita samaaa. Dunia ternyata selebar daun kelor :D *komentar OOT
BalasHapusUlasan artikel yang lengkap dan detail sekali. Salut deh sama Mak yang satu ini :)
BalasHapusFita : ngertiyo mbiyen takterke *tambah oot
BalasHapusmb Tanty : halah mung curhat iki lho mba hehe....
tapi ujiannya dah kelar kan? anak2 Nie dah ujian dari 3 minggu yang lalu, ujian praktek 2 minggu dan minggu ini (besok terakhir untuk Aisyah) ujian tulis.
BalasHapusalhamdulillah banget ada ujian praktek, jadi semacam ada pemanasan gitu, trus ada lembaran2 kertas ujian tahun lalu yang dibagikan, alhamdulillah lumayan membantu :)
mak Vetri : anakku baru hari ini selesai tes UKK-nya.
BalasHapusAlhamdulillah anak2 mak Vetri sukses ujiannya
Tiap anak punya karakter sendiri, anak2ku juga beda. Yg sulung terbiasa belajar tiap hari sejak kecil, yg bungsu sak karepe dewe. Aku jg berangan2, andai aja ada sekolah khusus gambar, Naufal pasti aku daftarke, lha wayahe UKK malah nggambar terusss :-)
BalasHapusTiap anak punya karakter sendiri, anak2ku juga beda. Yg sulung terbiasa belajar tiap hari sejak kecil, yg bungsu sak karepe dewe. Aku jg berangan2, andai aja ada sekolah khusus gambar, Naufal pasti aku daftarke, lha wayahe UKK malah nggambar terusss :-)
BalasHapusSetuju bangeeettt >>> "Tidak penting berapa nilai"
BalasHapusDesain Stiker : iya benar sekali
BalasHapusWuri : your time will come, my dear xixixiii...
Mbak uniek keren,sangat detail dan sepertinya menjiwai banget dlm mendampingi putra putrinya ya mbak :),mksdnya sbg bunda sangat menyadari sepenuhnya dgn kekurangannya shg berani mengakui pada saat emosi tdk stabil *(sy membaca sbl tersenyum mbak krn mengalaminya),good job mbak,thanks sharingnya...:)
BalasHapusduh ini Anonim siapa ya, mau say thanks jadi gak tau donk kudu panggil namanya siapa hehehe..
BalasHapusiya ini menjiwai banget, saking stressnya mengendalikan diri, smp sekarang masih sering lepas kendali klo pas kondisi fisik ngedrop.
Ini contoh inu sejati, hihi. Kalau dlu inu saya ngantor, dulu beliau selalu bikin ringkasan yang diketik dikantornya dan soal tanya jawab, dan ketika ujian menjelang pasti ambil libur ngantor. Naaah saya aja kagum sama ibu saya, pasti anaknya emak suatu saat udah besar inget trus ibu yang setia nemenin dia belajar begini ;)
BalasHapusKarryna : wah boleh juga tuh caranya ibundamu, thks utk idenya ya walaupun yg libur ngantor itu kyknya blm mungkin dilakukah hehheee... ibundamu amazing loh caranya, great....
BalasHapusSecara jujur ane nggak pernah mendampingi anak saat belajar (soalnya belum menikah). Tapi kalau ngajarin belajar ponakan sering banget. Terutama pelajaran matematika.
BalasHapuswebsitemini : ya sama sajalah, mendampingi ponakan ataupun anak. ayo sabar apa ndak pas nungguin belajar itu? ;)
BalasHapushasil raport si kecil gimana mbak? kudunya bagus sih, dianya semangat belajar gitu ^^
BalasHapusAlhamdulillah bagus, Tha. Untuk ukuran bocah yang semangat belajarnya ogah2an, not bad lah ranking 2 :)
BalasHapus