Memandang carut-marutnya negeri tercinta ini sering membuat ngilu hati. Ingin tak mengikuti berita, nanti dikira ketinggalan jaman, nggak up to date. Mengikutinya terus menerus justru malah membuat nurani makin teriris. Begitu banyak perilaku pemimpin bangsa yang tidak patut ditiru ditayangkan secara simultan di berbagai media, ya media cetak maupun televisi. Sebagai ibu terus terang saya bingung harus menjelaskan berbagai hal rumit itu kepada anak.
Belum lagi maraknya pemberitaan perilaku menyimpang generasi muda yang hanya sekedar ingin unjuk gigi tanpa prestasi. Sibuk narsis bersama segala kelebihan yang sebenarnya milik orang tuanya. Berbagai berita tak menyenangkan ini pernah ditanyakan anak perempuan saya yang kini berusia 9 tahun. "Mengapa si A berbuat seperti itu sih Bu? Memang orang tuanya kemana ya?"
Jleb. Pertanyaan yang menuntut jawaban secara bijaksana namun mudah dipahami oleh anak. Ada berbagai alasan yang dimunculkan oleh para orang tua di masa kini menanggapi aneka penyimpangan perilaku yang dilakukan anak-anaknya. Saya sebenarnya tak bermaksud untuk mendiskreditkan siapa pun dalam hal ini. Justru saya amat prihatin dengan nasib anak-anak yang terpaksa mencari jati dirinya secara instan gara-gara kurangnya 'nutrisi' dari orang tua.
Belajar dari berbagai hal yang terjadi itu, saya makin yakin akan satu hal. Saya tak mau anak-anak nantinya akan menjadi generasi yang kurang 'nutrisi'. Meskipun tak pernah ada sekolah formal untuk menjadi orang tua, aneka asupan bergizi tentang pola asuh anak bisa diakses dari berbagai media. Membaca buku parenting, buku dan artikel tentang pola didik secara agamis, mengakses berbagai web tentang pola tumbuh kembang anak, ataupun belajar langsung dari pengalaman teman dan saudara. Semua informasi yang kita dapat melalui berbagai cara itu nantinya perlu kita pilah dan sarikan sesuai manfaatnya.
Saat ini saya telah memiliki seorang putri berusia 9 tahun dan seorang putra yang sebentar lagi akan berulang tahun yang ke-4. Meskipun telah sekian waktu berlalu sejak pertama kali menimang buah hati, itu tak berarti saya berhenti untuk terus belajar dan memperbaiki pola mendidik anak. Belum tentu apa yang sudah saya terapkan itu benar. Bila ada yang salah, tak segan-segan saya bertanya kepada beberapa teman maupun searching via internet jawaban-jawaban atas aneka macam persoalan tumbuh kembang anak yang saya hadapi.
Dari sekian banyak pengetahuan dan pengalaman yang saya hadapi, saya punya racikan resep cinta penuh nutrisi lho untuk anak. Sudah saya terapkan pada kedua anak saya. Tak putus doa juga saya lakukan agar resep cinta bernutrisi ala saya ini bisa menjadikan mereka sebagai generasi penerus yang prima, bukan generasi alay yang tak jelas cita-citanya. Bukan pula menjadi generasi bangsa yang mencontoh perilaku murka dan menguasai sendiri aset negeri yang seharusnya digunakan untuk kemaslahatan rakyatnya. Na'udzubillahi min dzalik.
Mau tau resep cinta penuh nutrisi bagi calon pemimpin negeri hasil racikan saya nih? Tidak ribet kok, mungkin juga sama dengan apa yang telah dilakukan oleh sebagian besar orang tua. Ini dia resep sederhana saya untuk kedua buah hati tercinta :
1. Memimpin Iman Diri Melalui Ibadah
Tentu semua ayah dan ibu akan setuju bila saya katakan pilar utama dalam mendidik anak adalah agama. Memberikan contoh secara nyata dan mengajak anak beribadah sejak dini bisa menumbuhkan keimanan pada Tuhan dan kedisiplinan diri. Sekedar memerintahkan anak untuk pergi sholat berjamaah ke masjid tentu efeknya tak begitu mengena bila di rumah saja tidak ditunjukkan pelaksanaan sholat lima waktu yang tertib.
Tertib beribadah akan memberikan panduan bagi anak tentang pelaksanaan suatu kewajiban dengan benar sejak dini serta terpatrinya keyakinan adanya Illahi Robb yang merupakan sumber dari segala kehidupan dan kebaikan. Pola ini bila ditanamkan sejak kecil dan terus menerus dipelihara sepanjang waktu, diharapkan saat dewasa nanti anak tidak hanya akan menjadi pemimpin yang baik bagi orang lain. Yang lebih terutama adalah mumpuni memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu di jalan Allah.
Si sulung yang sejak kecil aktif mengikuti berbagai event keagamaan di kampung memperoleh berbagai manfaat yang bisa dibilang penuh dengan hal-hal positif. Rutinitasnya beribadah secara berjamaah di mushola depan rumah membuatnya menjadi anak yang Alhamdulillah kemampuan mengajinya sudah lumayan.
Meskipun bersekolah di SD Negeri yang mata pelajaran agamanya tak seberapa banyak, mengikuti 'ngaji' dan latihan baca tulis Quran di mushola itu membuat si sulung mampu menyelesaikan Juz 'Amma saat dia duduk di kelas II. Belum lagi banyaknya teman yang dimiliki. Terbukti setiap Maghrib tiba, selalu ada saja teman yang datang menjemputnya untuk berangkat bersama-sama ke mushola. Juga saat malam takbiran jelang perayaan Idul Fitri atau Idul Adha, agenda rutinnya adalah berkeliling kampung bersama teman-temannya itu. Sudah pantas kan menjadi calon pemimpin yang merakyat plus religius? ;)
2. Melatih anak melakukan berbagai aktivitas secara mandiri
Kita sebagai orang tua tentu tidak menginginkan putra-putri kita nantinya menjadi anak yang manja. Perlu diingat, bermanja-manja sangat berbeda maknanya dengan manja betulan. Bermanja-manja kepada orang tua merupakan bentuk kedekatan secara psikis seorang anak kepada orang tuanya. Itu sangat wajar. Bahkan banyak orang tua yang sibuk bekerja sering merindukan anaknya sesekali bergelendotan dan minta dimanja. Namun bukan berarti orang tua tidak menanamkan kebiasaan mandiri pada anak.
Bagaimana coba bila sampai usia sekolah dasar masih minta disuapin? Mungkin ada asisten rumah tangga, nenek atau saudara lain yang bisa bergantian dengan kita untuk menyuapinya. Tapi apakah ini baik bagi perkembangan mentalnya? Selain akan menimbulkan olok-olok dari teman sepermainannya, tidak melatih anak menjadi mandiri akan berdampak buruk bagi jiwa kepemimpinannya. Anak hanya tau untuk minta maupun memerintah saja tanpa tau bagaimana melaksanakan suatu pekerjaan itu sendiri. Mau jadi pemimpin seperti apa mereka nanti kalau begini?
Kemandirian ini tidak hanya sekedar bisa makan sendiri. Berbagai aktivitas anak yang lain bisa kita arahkan untuk pencapaian tingkat kemandirian sesuai usia. Mulai dari mandi sendiri, ganti baju, menata kembali mainan yang terserak, mengatur buku-buku pelajaran di tas sekolah maupun rak buku, belajar dan banyak lagi lainnya.
3. Memberikan asupan gizi yang seimbang
Tumbuh kembang anak tentu tak lepas dari pemberian nutrisi ke dalam tubuh. Aneka jenis masakan dengan gizi yang berimbang penting untuk mendukung pertumbuhannya. Tak hanya susu maupun ayam goreng yang populer di kalangan anak-anak saja yang perlu kita berikan. Manfaat penting dari sayur mayur dan buah-buahan juga mesti kita perhatikan.
Sebagian besar anak kecil mengalami problem makan sayur. Mengapa bisa begitu? Apakah ayah dan bunda kurang mengenalkannya sejak kecil? Terkadang memang ada orang tua yang mengambil cara praktis saja dalam memberikan makanan kepada buah hatinya. Yang penting anak doyan. Nah kalau doyannya makan nasi dan kerupuk aja gimana donk? Enggak banget kan...
Bersusah payah menanamkan pola makan sehat kepada anak memang gampang-gampang susah. Namun saat anak saya yang kecil mampu makan sendiri dengan nikmat, berlauk tahu goreng dan sayur bening bayam, sedangkan tetangga sebelah anaknya rewel saja jejeritan saat disuapi sayur, rasanya hati ini legaaaa sekali. Ternyata latihan makan menu sehat yang selama ini saya terapkan ada gunanya juga. Anak kedua saya di kampung terkenal paling gampang makannya, sembarang sayur maupun buah digemarinya, di saat anak kecil lainnya yang sebaya membuat ibunya masing-masing mengerutkan dahi untuk membujuk mereka makan.
Dengan mudahnya anak menyantap aneka makanan yang kita hidangkan, badan mereka akan sehat dan tumbuh optimal sesuai keinginan. Saat badannya sehat, anak akan mampu berpikir dan beraktivitas secara maksimal. Begitulah pola makan yang sebaiknya diterapkan kepada calom pemimpin handal ini. Mana bisa memimpin dengan baik bila badan sakit-sakitan? Yang ada malah sibuk memikirkan diri sendiri dan puyengnya membayar ongkos berobat kan. Mana sempet mikirin rakyatnya bila nanti anak kita jadi pemimpin bangsa yang rapuh tergerus penyakit. Bener kan?
4. Melatih kepekaan hati anak dengan menghargai jerih payah orang lain
Pernahkah ayah / bunda melihat putra-putrinya berteriak kepada kita ataupun ART untuk diambilkan sesuatu? "Ibu, tolong ambilkan baju di lemariku!" atau "Bik, cepetan ini kamarku dibersihkan, kok kotor banget sih...".
Pada usia tertentu anak memang masih membutuhkan bantuan orang dewasa pada beberapa hal. Namun mengenalkan anak pada berbagai aktivitas rumah tangga yang dilakukan ayah / ibu / ART tentu tak ada salahnya.
Si sulung yang kini berusia 9 tahun sudah saya kenalkan dengan yang namanya menyapu, mengepel dan mencuci piring sendiri. Tentu saja mengenalkan aneka macam aktivitas intern ini tidak langsung sekaligus. Selalu akan ada cara ala 'having fun' untuk menerapkannya.
Ini sekedar bocoran lho Moms & Dads, sulung saya jadi rajin melakukan pekerjaan rumah tangga manakala bosan belajar. Heheheee...manusiawi kan, dari Senin hingga Sabtu dia harus sekolah, mana nanti ada PR atau besoknya ulangan. Tentu saja rutinitas belajar kadangkala membuatnya bosan. Kala saya memintanya untuk belajar menghadapi UTS, secara ajaib gadis cilikku itu akan bilang "Bentar Bu, ini lho kamarku kotor sekali, aku mau nyapu dan ngepel dulu lah. Kata ibu kebersihan itu sebagian dari iman. Betul kan, Bu?". Sangat menggelikan karena di hari-hari normal dia tak akan mengatakan itu.
Tapi tak apalah. Paling tidak saat dia sedang bersimbah peluh menyapu dan mengepel sesuka hatinya seperti itu dia akan menyadari ternyata capek juga membersihkan dan menata rumah. Melalui cara ini nantinya setelah agak besar dia akan memahami pentingnya menghargai jerih payah orang lain. Tidak asal nyuruh sana nyuruh sini saja. Bukankah tipe pemimpin yang bisa menghargai susah payahnya orang-orang yang dipimpinnya lah yang bakal lebih dicintai daripada tipe otoriter?
5. Mengajak berkegiatan fisik untuk menyehatkan jasmani
Di dalam tubuh yang sehat tentu akan terdapat jiwa yang sehat pula. Pepatah kuno yang tak pernah lekang maknanya. Bahkan ada pula yang menambahi dengan bilang "Sehat itu mahal harganya." Benar sekali, saat sedang jatuh sakit kita baru sadar akan pentingnya kesehatan.
Kesehatan itu tidak begitu saja datang. Selain didukung oleh asupan nutrisi dari makanan yang sudah disebutkan di atas, banyak melakukan kegiatan fisik juga sangat mempengaruhi kesehatan anak. Nutrisi penuh cinta yang satu ini tak kalah pentingnya lho. Anak tak melulu kita cekoki kepandaian melalui belajar dan aneka les pelajaran saja. Menjadi unggul secara intelektual memang penting, namun bila jarang keluar rumah atau pun terkena hangatnya mentari, bisa-bisa kulitnya pucat nanti. Belum lagi bila ternyata badannya menjadi ringkih.
Aneka playground yang kini tersedia di berbagai tempat juga bisa menjadi pilihan para orang tua. Pun saat khawatir melepas anak di keramaian, halaman rumah pun bisa menjadi ajang berolah fisik. Tak hanya sehat karena berbagai kotoran tubuh terbuang melalui keringat yang mengucur deras, kekuatan otot anak saat melakukan berbagai aktivitas fisik juga sangat berguna bagi kekuatan tubuhnya. Nanti bila saatnya dia menjelma menjadi pemimpin, tentu dia akan menjadi pemimpin yang tegas dan kuat, bukan orang yang melempem.
6. Mengajak Bereksplorasi dengan Alam Sekitar
Makin maraknya teknologi saat ini sering membuat anak tak mau lepas dari yang namanya gadget. Kalau sudah memegang gadget jadi lupa waktu deh. Lupa juga kalau mereka itu hidup berdampingan dengan alam yang sebenarnya merupakan guru sekaligus pelindung terbaik.
Mengajak anak mengeksplorasi berbagai keanekaragaman hayati membuat mereka menyadari bahwa sebagian besar kebutuhan hidupnya sudah disediakan oleh alam. Bukan oleh teknologi yang banyak didewa-dewakan sekarang ini. Semua yang kita butuhkan untuk keperluan utama sudah disediakan oleh alam. Sudah selayaknya manusia melindungi kelestariannya.
Banyak ragam aktivitas yang mendukung niat kita mengakrabkan anak dengan lingkungan. Sekadar membantu panen mangga di kebun saja sudah asyik lho, belum lagi kalau anak-anak bersuka gembira ingin memanjat pohon. Jalan-jalan ke berbagai lokasi perkebunan semacam pabrik tebu yang lengkap dengan lorinya tentu asyik sekali. Jarang-jarang mereka bisa bermain di sana.
Kedekatan pada alam semacam ini tidak akan timbul melalui game-game lingkungan ataupun pendidikan saja di komputer. Butuh interaksi secara fisik antara anak-anak dengan alam sekitarnya. Kepedulian mereka kepada lingkungan yang coba kita tanamkan sedikit demi sedikit ini memang belum akan tampak hasilnya dalam waktu dekat. Semoga di saat dewasa nanti anak-anakku tidak akan menjadi pemimpin yang membiarkan lingkungan tempat tinggal warganya terendam lumpur panas ataupun serangan banjir akibat ditebanginya berbagai pepohonan.
7. Melatih Anak Mencintai Aneka Pengetahuan
Pemimpin yang handal bukan saja pemimpin yang sekedar mencintai rakyat maupun bawahannya. Kecintaan ini memerlukan dukungan kemampuan dan pengetahuan yang memadai. Mana bisa pemimpin yang bodoh sukses membawa rakyatnya menjadi maju? Satir sekali ya... Namun itulah kenyataannya.
Secara sederhana saya mencoba membuat anak saya menyukai berbagai jenis pengetahuan yang disajikan melalui buku bacaan. Cara termudah yang sampai saat ini baru bisa saya lakukan. Aneka jenis buku saya kenalkan pada si sulung maupun si nomor dua. Tak hanya menyodorkan begitu saja bacaan kepada mereka, saya juga menyadari perlunya memberikan contoh kepada mereka.
Untung saja saya dan suami sama-sama penggemar buku dan suka membaca, jadi tak sulit bagi anak-anak kami untuk menirunya. Bahkan kini si sulung sudah mampu menuliskan berbagai pengalamannya ke dalam tulisan, baik berbentuk diary di blog maupun artikel yang diikutkannya ke beberapa lomba menulis.
Melihat hiburan di televisi memang menyenangkan, namun kewaspadaan untuk membatasi acara-acara yang boleh mereka tonton lah yang perlu ditingkatkan. Saya dan suami menyadari keterbatasan waktu kami di rumah karena masih harus bekerja di luar rumah. Jadi anak-anak hanya boleh menonton televisi bila kami sudah tiba di rumah. Kontrol yang kurang ketat tentu saja bisa berakibat buruk. Jadi miris saat bertandang ke rumah tetangga dimana bapak, ibu dan anak-anaknya sampai terlongong-longong melihat sinetron dewasa dan tak mendengar salam yang saya ucapkan berkali-kali. Mungkin saking asyiknya menonton ya. :(
Mana bisa menciptakan pemimpin bagi generasi berikutnya bila sering terhanyut tontonan ala telenovela. Anak-anak calon pemimpin handal ini harus dilatih berpikir selogis mungkin meskipun tetap kita pilihkan yang mengandung unsur hiburan dalam setiap tayangan yang mereka saksikan. Masak mau jadi pemimpin yang 'menye-menye'. Tak usah yaaa... ;)
8. Meningkatkan Kepercayaan Diri Melalui Kompetisi
Pergerakan jaman yang begitu cepat selalu menuntut kemampuan dan kesiapan diri yang prima. Berbagai ajang kompetisi selalu akan ada untuk ditaklukkan. Kompetisi apakah itu? Lomba cantik-cantikan, pinter-pinteran, kuat-kuatan?
Tidak sebatas kompetisi seperti yang saya sebutkan tadi sih sebenarnya. Kompetisi sebenarnya adalah manakala anak kita mampu mengalahkan dirinya sendiri dalam menaklukkan rasa malu dan minder. Banyak kah ayah dan ibu yang mengalami hal serupa, membantu anak meningkatkan kepercayaan dirinya?
Saya sendiri menyadari adanya bahaya laten ini saat anak saya mulai menyembunyikan diri dari pergaulan di saat teman-temannya sibuk berpacu dengan berbagai ajang lomba putri-putrian. Berhubung saya sendiri bukan orang yang pinter dandan dan doyan bersolek, maka saya pandu si sulung untuk menjajal kemampuan di bidang yang lain, bukan putri-putrian seperti temannya.
Saat ada lomba mewarna, saya ajak dia ikutan. Bukan untuk menang, hanya sekedar menanamkan kepercayaan pada dirinya bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk berkompetisi. Kalah menang bukan tujuan utama, namun memiliki berbagai pengalaman tentu lebih menyenangkan daripada diam berdiri di rumah saja. Juga saat ada audisi menulis untuk anak, saya pancing dia untuk ikutan dengan tujuan latihan menajamkan kemampuan. Alhamdulillah akhirnya sulung saya ini menemukan kepercayaan dirinya saat dua kali audisi menulis tulisannya lolos dan nantinya akan diterbitkan dalam buku antologi. Yang satu penerbit indie, satunya lagi penerbit mayor.
Kini putri saya ini tak lagi ragu mengikuti berbagai kompetisi yang ada meskipun tak semua dimenanginya. Itu sudah sangat membanggakan untuk saya. Dia tidak minderan lagi dan tidak gampang kecewa saat kalah. Bener loh, orang yang tidak pernah mencoba untuk berkompetisi selalu akan merasa sakit saat menemukan dirinya mengalami kekalahan. Nah, sebagai calon pemimpin handal yang nantinya dituntut untuk memiliki mental baja dalam memperjuangkan nasib rakyat / bawahannya, tentu saja pribadi 'mutungan' dan gampang sakit hati ini tak akan sukses mencapai keberhasilan.
9. Menumbuhkan Kecintaan Pada Seni dan Budaya
Saat ingin memiliki anak yang taat beribadah, pintar dalam pengetahuan, dan sehat secara jasmaniah, saya masih punya satu lagi resep cinta penuh nutrisi bagi calom pemimpin negeri. Cinta pada kebudayaan negeri sendiri. Ya, hanya bangsa yang besarlah yang bisa menghargai kebudayaannya sendiri.
Dulu saat breakdance dan flashdance melanda bangsa di tahun 1980-an, tak berarti berbagai kesenian dan budaya bangsa menghilang. Meskipun trend 'yang western itu lebih modern' namun sejatinya akar budaya suatu bangsa lah yang membuatnya kokoh bertahan sebagai bangsa yang memiliki ciri khas tersendiri.
Apa sih yang dimiliki Indonesia? Tentunya banyak sekali dan tidak bisa disebutkan satu persatu di sini ya. Sudah ada 'the power of googling' kan? Namun dalam pemikiran saya yang sederhana ini hanya ada satu rumus : once letting other countries' cultures invade you, the whole worlds won't be yours again. Mana bisa kita bawa nama harum Indonesia bila nanti seni dan budayanya telah tergerus oleh budaya asing dan hilang entah kemana. Ngeri ah.
Berangkat dari kesadaran itu, saya dan suami berinisiatif untuk memasukkan si sulung ke sanggar tari yang cukup lawas di Semarang. Ketaatan sanggar tesebut dalam menerapkan pakem tari gaya Surakarta patut diacungi jempol. Saya yang pernah menyaksikan si sulung ujian kenaikan tingkat di sanggar ini dan mendengarkan penjelasan tim penilai yang lulusan akademi tari ternama di Solo langsung melongo saat beliau menjabarkan puluhan istilah gerakan tari yang berbeda satu sama lain. Sungguh kaya makna saat tiap gerakan dalam tari melambangkan arti tersendiri.
Masih berpikir kalau ikutan sanggar tari Jawa itu tidak keren seperti kegiatan lain yang lebih 'western' atau yang berbau 'nama asing' lainnya? Ah, jadi miris sekali saya kalau begitu.
10. Mencintai dan Dicintai
Nah, meskipun resep cinta penuh nutrisi bagi calon pemimpin negeri yang satu ini saya tulis paling terakhir, bukan berarti poin ini yang paling tidak penting. Bukan. Justru mungkin lebih utama dari lainnya setelah kecintaan pada Sang Pencipta. Ya, cinta dan berbakti pada orang tua. Tak ada kan orang tua yang tak mencintai anaknya dan berharap dicintai pula oleh buah hatinya itu?
Selain menyediakan berbagai keperluan pokok anak seperti pangan dan sekolah, apa lagi sih sebenarnya yang paling utama? Di atas segalanya yang mampu kita berikan kepada buah hati, rasa cinta itu sendiri lah yang mendasari segala keikhlasan kita sebagai orang tua untuk merawat mereka dari kecil hingga besar nanti.
Cinta macam mana sih yang sebenarnya ingin kita berikan kepada anak-anak kita? Tentu saja cinta yang tak berbatas dan menuntut balas budi. Anak bukanlah invest masa depan seperti yang sering digembar-gemborkan banyak orang tua. Anak itu amanah dari Allah dan kita sebagai pemegang amanah wajib menjadikan mereka pribadi yang beriman, kuat, pintar dan tangguh untuk menghadapi masa depan mereka sendiri.
Ingin dicintai oleh anak sendiri melalui berbagai kesenangan duniawi yang kita berikan? Itu tak salah meskipun tak seratus persen benar. Saya lebih memilih menjadi orang tua sekaligus sahabat sejati bagi anak-anak saya. Dekatlah dengan anak di berbagai kesempatan yang ada, cintai mereka apa adanya. Meskipun mengupayakan berbagai kemampuan anak sesuai kesembilan resep cinta di atas, bukan berarti anak kita harus serba sempurna. Bukankah yang sempurna itu hanya Allah semata.
Anak yang sedari kecil dilimpahi cinta perkembangannya secara kognitif maupun psikis akan jauh lebih pesat dibandingkan dengan yang selalu dituntut untuk menjadi jawara. Sungguh tidak adil para orang tua yang hanya menuntut anaknya berprestasi tanpa mencoba menjadi sahabat bagi mereka, mengetahui segala masalah yang mereka hadapi dan menjadi
the first shoulders to cry on. Tak mau kan nanti saat anak kita menjadi pemimpin dia hanya mencintai dirinya sendiri dan tak cinta pada rakyatnya ataupun bawahannya?
Membekali calon pemimpin bangsa dengan berbagai ilmu, pengetahuan dan keterampilan hanyalah salah satu cara untuk menjalankan amanah tertinggi kita sebagai orang tua. Namun mencintai anak secara apa adanya merupakan kebahagiaan yang tak terkira.
Tulisan ini diikutsertakan pada Blog Writing Competition : Peran Ibu Untuk Si Pemimpin Kecil