Kira-kira pada tau kan ya iklan yang ngehits dengan "Ada Aq*a?"nya sembari selfie-an bareng Nardji Sandoro? ;)
Nah kali ini aku mau tanya : ada syukur?
pic source : saatteduh.com |
Yup, syukur terhadap apa saja yang kita nikmati saat ini. Mensyukuri semua keadaan yang sedang kita alami. Bukan tanpa sebab tiba-tiba terbetik pikiran seperti ini. Bukan sekedar latah dengan iklan orang kejedot pintu kaca itu.
Pernah suatu kali pas mau pergi aku pakai oversized blouse, yang meskipun sudah kupilih yang warna merah tua tetap saja tak mampu menyembunyikan berbagai kelebihan yang kupunya. Eh ini bukan kelebihan yang mengundang decak kagum loh ya. Kelebihan di sini benar-benar bermakna apa adanya ;)
Itu tas pinggang jadi kelihatan jelas, belum lagi punggung jadi kian nyata bak landasan pesawat. Byuuuhh... jadi deh ngomel panjang pendek, nggak terima sudah beli baju tapi ternyata tak bisa nampak oke di badan. Mau nyalahin siapa cobaaaaa... Beli beli sendiriiiiii....
Pemikiran seperti tadi masih terus diam bercokol di sudut hati meskipun aliran kalori berlebih terus menyusup masuk di setiap aliran darahku. Ngomel doang tapi nggak mau diet. Pecahkan saja gelasnyaaaaa....
Ya gimana mau diet kalau hidup di tanah air yang merupakan surganya kuliner. Pernah ngerasain pergi ke negara antah berantah yang selalu menyajikan telur rebus dan berkeping-keping roti tawar dengan segala isiannya untuk sarapan membuatku sangat mencintai nasi pecel, nasi gudeg, nasi goreng sambel terasi dan aneka sarapan kaya kalori ala negeri sendiri.
Lalu... kalau menikmati itu semua kenapa harus ngomel bila akumulasi hasilnya tersaji di dalam diri?
Ada. Setipis-tipisnya rasa syukur, selalu akan muncul kesadaran itu manakala dialog Sang Penguasa tertangkap oleh 'radar' kita. Dan aku baru mengalaminya di minggu-minggu terakhir ini. Hanya lewat fenomena kecil saja sih sebenarnya, namun beneran tamparannya sangat terasa di hatiku.
Saat berangkat bekerja aku memang jarang sekali bisa membawa bekal untuk dimakan di siang hari. Lebih sering beli di warung dekat tempat bekerja dengan mengandalkan jasa office girl untuk membeli ini dan itu. Tiap hari harus memutar otak antara pilih nasi padang, pecel, mie surabaya, nasi sop, gudangan dan menu-menu lain yang akan kembali berotasi di periode berikutnya. Merasa paling apes saat nggak ada ide dan memutuskan membeli nasi rames lauk kerupuk.
Tau kan apa itu nasi rames? RaMes alias ra mesti bin nggak pasti lauk pauknya ;)
Nah, kenapa si nasi rames plus kerupuk itu bisa menampar hatiku dan bertanya : ada syukur?
Nasi rames yang selalu kulecehkan itu ternyata membuatku rindu. Sudah seminggu lebih ini aku terserang batuk pilek yang lumayan dahsyat. Tumben-tumbenan penyakit ini kerasan banget di badanku. Badan sih sudah pulih, tapi entah kenapa nafsu makan tak jua beranjak naik. Indera penciuman dan perasa belum bekerja seperti semula. Semua makanan masih terasa pahit.
Kemarin dapat bonus sedikit, dimasakin ibunda tercinta daging rendang kesukaanku. Enaaaaakkk... Harusnya sih enak. Berhubung hidung dan lidah belum bisa kompromi, rutinitas makan hanya sebatas penunaian kewajiban saja. Dan bayangan nasi rames tak berdosa tadi tiba-tiba menghampiri.
Nah loh, pas sehat saja gaya banget menganggap nasi rames itu sekedar 'daripada nggak makan'. Padahal komplit lauknya, mulai dari oseng-oseng (bisa kacang panjang, kangkung, sawi putih, dsb), kering tempe, mie goreng, lauknya bisa pilih antara ayam atau telur, mana masih ada sambalnya yang pedas menggigit pula. Sedap kan?
Sekarang? Rendang endang bambang level antariksa pun tak bisa terdeteksi kelezatannya oleh indera. Mau ambil lauk kerupuk pun tak berani gara-gara leher masih rentan batuk. Kira-kira masih berani untuk tidak bersyukur lagi kah di hari-hari berikutnya?