Bagi kita yang terbiasa hidup baik-baik saja terkadang tak bisa memahami
mengapa seseorang bisa jatuh dalam tindakan yang kita anggap berlebihan.
Contohnya seperti apa tuh?
Gelombang kehidupan yang kita hadapi terkadang membawa kita pada salah satu
permasalahan yang cukup berat. Mulai dari kesedihan akibat putus cinta,
perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, kehilangan orang terkasih,
keterpurukan ekonomi, dan masih banyak lagi lainnya.
Ketika seseorang mampu mengatasi permasalahannya itu, bukan berarti mereka
lainnya yang terseok-seok mengatasi masalah lantas menjadi orang yang lebih
rendah kualitasnya. Pernah nggak memikirkan tentang hal ini?
Boleh ya sedikit aku menceritakan sesuatu yang terkait issue di atas,
terutama yang terkait langsung dengan kehidupanku sendiri. Tanpa harus
menceritakan detailnya, belasan, atau bahkan dua puluh tahunan yang lalu, aku
pernah berada dalam kondisi terpuruk. Kemalangan hidup yang bisa jadi
disebabkan oleh orang lain, namun bisa jadi juga karena faktor internal dalam
diriku.
Tak mudah bangkit dari semua luka dan keterpurukan tadi, apalagi aku harus
menghadapinya sendirian. Bukan karena tak ada yang menemani, namun lebih
kepada pilihan secara sadar bahwa aku tak mau membagi lukaku itu kepada
siapapun.
Entah tak terhitung seberapa panjang malam berlalu dalam tangisan, jalinan
senja yang selalu memerangkap kesedihan. Alhamdulillah aku diberikan
kesempatan oleh Sang Pemberi Hidup untuk tidak berlarut-larut dalam duka itu.
Aku bisa bangkit kembali ketika Allah memberikan jalan hidup yang beragam,
mulai dari yang gelap hingga penuh warna-warni seperti sekarang ini.
Hingga kemudian di suatu masa, ketika hidupku dipenuhi oleh tumpukan
pekerjaan, Allah memberiku bonus kesempatan lain terkait hal pemulihan hati.
Banyak cerita pedih dari teman sekantor datang ke mejaku. Ruang kerjaku yang
biasanya sepi di kala aku harus menuntaskan beratnya beban kerja, tiba-tiba
ramai oleh hilir mudiknya teman-temanku yang butuh pundak untuk bersandar
sementara.
Iya loh, heran juga jadinya, aku yang dalam keseharian memiliki ritme kerja
keras, perfeksionis, cenderung keras dan galak, malah jadi tempat curhat
beberapa orang teman. Permasalahan hidup yang mereka coba bagikan denganku
berkaitan dengan putus cinta, KDRT, juga pertengkaran sesama teman sekantor.
Yang A mengadukan si B ke aku, begitu juga si B juga curhat perihal si A
kepadaku.
Beruntungnya aku sanggup menjadi 'tempat sampah' bagi mereka semua tanpa harus
membuka rahasia si A di depan si B, pun sebaliknya. Dari mereka semua yang
datang kepadaku itu aku jadi belajar banyak tentang kehidupan. Sekaligus
menyemangati diri sendiri, bahwa masalahku tidaklah seberat teman-temanku
itu.
Sejak kuliah dulu aku memang paling menggemari pembahasan tentang komunikasi
intrapersonal, dimana seseorang berdialog dengan dirinya sendiri terkait
tentang banyak hal. Misalnya, ketika gembira dan bangga harus bagaimana,
begitu pun ketika sedang merasa marah atau sedih harus menunjukkan sikap
seperti apa.
Ada banyak orang yang sanggup menuntaskan permasalahannya sendiri tanpa campur
tangan orang lain, namun tak terhitung pula yang membutuhkan uluran tangan.
Begitulah kiranya awal dari penyusunan buku dengan judul Pulih.
Ide Awal Penyusunan Buku Pulih oleh IIDN
Senang sekali pada tanggal 17 Oktober 2020 yang lalu aku mempunyai kesempatan
untuk mengikuti webinar Grand Launching Buku Pulih yang diselenggarakan oleh
Ibu Ibu Doyan Nulis (IIDN) dan Ruang Pulih.
Pada webinar ini hadir 3 orang narasumber, semuanya perempuan, semuanya adalah
orang-orang tangguh di bidangnya masing-masing. Ada Mba Intan Maria Halim
selaku Founder Ruang Pulih, yang menurut pengakuannya merupakan penyintas
permasalahan kesehatan mental juga.
Juga ada ibu dr. Maria Rini I, Sp. KJ yang memberikan penjelasan secara klinis
terkait kesehatan mental. Adapun sebagai pemberi materi pertama adalah Mba
Widyanti Yuliandari selaku Ketua Umum IIDN.
Dari Mba Widyanti Yuliandari para peserta webinar mendapatkan gambaran tentang
bagaimana awalnya buku ini digagas.
Tulisan adalah jendela jiwa.
Iya, bener banget nih. Mungkin sebagian dari kita pernah melihat
berseliwerannya status di media sosial dari seseorang yang berisi penderitaan,
kesedihan, keputusasaan. Saking putus asanya sampai tak tahu dimana lagi bisa
mencurahkan perasaannya sehingga media sosial yang menjadi pilihan media
katarsisnya.
Fenomena inilah yang ditangkap oleh IIDN terkait dengan program kerja divisi
bukunya. Ada keinginan untuk mewadahi tulisan para anggota, sehingga nantinya
diharapkan buku yang tersusun ini tidak akan berakhir begitu saja di tumpukan
rak buku. Harus dibaca oleh banyak orang yang membutuhkannya.
Komunitas bisa menjadi sarana untuk merawat para anggotanya. Itulah salah satu
hal mulia yang kutangkap dari tujuan penyusunan buku Pulih ini. Jika selama
ini buku yang ditulis oleh beberapa orang (antologi) hanya merupakan aktivitas
menulis buku yang dilakukan bersama-sama, maka Pulih ini memiliki muatan yang
jauh lebih dalam.
Melalui buku Pulih ini, IIDN berharap bahwa tulisan yang terkandung di
dalamnya bisa memberikan banyak hal kepada penulisnya sendiri selain
menambahkan wawasan kepada pembacanya.
Aku sempat mengajukan pertanyaan di sesi tanya jawab, apakah kontributor dari
buku Pulih ini ada yang masih mengalami permasalahan mental saat penyusunan
buku. Eh ternyata benar loh, ada beberapa orang yang permasalahannya belum
selesai. Bahkan para kontributor sampai mendapatkan pendampingan dari konselor
dan psikiater.
Pasti tak mudah ya. Aku jadi ngebayangin nih, para kontributor harus menulis
tentang masa lalu, terutama terkait hal-hal pahit dalam hidupnya. Timing
seseorang untuk sembuh dari luka batin memang tidak sama. Ada kontributor yang
akhirnya menyerah karena belum sanggup mengungkapkan masalahnya atau belum
mendapatkan solusi.
Pheww... ga kebayang deh gimana pengurus IIDN harus mengawal proses terbitnya
buku Pulih ini. Effort yang luar biasa dari penulis juga tentunya. Aku paham
banget bahwa tak mudah membuka hal-hal pahit dalam hidup kita. Salah satu
alasannya tentu saja berat menceritakan sesuatu yang mungkin dirasanya aib
diri. Bisa juga karena menuliskannya justru malah makin mengoyak perasaan.
Sesuai dengan tujuan disusunnya buku Pulih ini, diharapkan tulisan sebagai
media katarsis ini bisa menjadi sarana pembelajaran bagi banyak orang. Ya
penulisnya, ya pembacanya.
Langkah Panjang Tak Letih untuk Pulih
Materi yang menarik disampaikan oleh dr. Maria Rini I, Sp. KJ, seorang
psikiater yang berdinas di RSJ Surakarta terkait dengan Hari Kesehatan Jiwa.
Beliau menekankan tentang manusia sebagai makhluk sosial, tidak bisa hidup
sendiri. Ada proses take and give dalam kehidupannya.
Di situlah peran komunitas amat penting dalam merawat anggotanya. Setiap orang
butuh perhatian dan cinta. Melalui wadah komunitas hal itu bisa terealisasi,
dimana komunitas beranggotakan orang-orang dengan minat yang sama. Dukungan
penuh dari sesama anggota komunitas bukanlah hal yang mustahil untuk
diperoleh.
Beliau senang sekali dengan adanya inisiatif penyusunan buku Pulih ini.
Melalui IIDN beliau berharap para anggotanya yang mengalami
mental illness bisa kembali pulih melalui terapi yang diberikan.
Perempuan memang rawan sekali mengalami gangguan mental. Hal ini berkaitan
dengan labeling yang telah didapatkan perempuan sejak dia masih kecil, harus
begini begitu, tak boleh melakukan ini itu.
Beban yang harus ditanggung dengan labeling itu bisa menjadi menghantui
perempuan semenjak dia masih kanak-kanak. Kondisi jiwa yang terpasung oleh
labeling itu bisa saja menjadi penyebab kepedihan yang terbawa terus
hingga dewasa. Apalagi ketika menjalin hubungan asmara dan berkeluarga, dia
akan menemukan sosok pribadi yang amat berbeda dengan kehidupan masa kecilnya.
Berbagai penyesuaian yang tak mudah pun harus dihadapinya.
Energi positif terasa terpancar ketika Mba Intan Maria, konselor dan founder
Ruang Pulih, menyampaikan paparannya. Setiap individu memang berbeda-beda,
termasuk kekuatannya dalam menghadapi permasalahan.
Ada seseorang yang bisa mengalami trauma gara-gara kejadian yang amat berat
menghantam kehidupannya. Bukan salahnya jika trauma itu muncul, namun yang
perlu diingat adalah kewajiban yang bersangkutan untuk bangkit kembali dari
permasalahan tersebut.
Ketika seseorang meniupkan hal-hal positif pada dirinya, maka akan banyak
kebaikan yang muncul pada dirinya. Begitu pula dengan orang-orang yang
mengalami permasalahan kesehatan mental, dengan landasan keyakinan bahwa
dirinya amat berharga untuk bahagia, maka setiap orang memiliki kewajiban
untuk mencapainya.
Aku suka banget dengan cara pendekatan kepada peserta webinar yang dilakukan
oleh Mba Intan. Semua peserta sebelum acara dimulai telah diberikan gambar
mandala cinta yang masih polos. Para peserta diminta untuk mewarnainya secara
bebas. Suka-suka sajalah sesuai kemauan masing-masing.
Terus terang aku merasa senang sekali ketika mencoba mewarnai mandala ini
dengan pensil warna milik anakku. Jujur lho, baru pertama kali dalam hidupku
aku melakukan aktivitas mewarnai sebanyak ini. Tentu saja di luar masa-masa
sekolah yaaaa..
Ternyata memang menimbulkan perasaan bahagia loh ketika mewarnai. Aku yang
pada dasarnya gemar warna hitam dan abu-abu, ternyata saat mewarnai mandala
cinta ini lebih memilih warna-warna terang. Berasa ceria aja gitu melihat
gabungan warna biru, merah, kuning, hijau dan orange.
Tahu nggak sih, teman, ternyata aktivitas mewarnai mandala cinta ini bisa
menjadi salah satu terapi dalam mengatasi permasalahan mental. Seseorang
secara sadar melakukan PAUSE dari rutinitas memikirkan orang lain. AKU. Hanya
AKU yang dibolehkan untuk beraksi saat mewarnai ini.
Jadi paham deh mengapa aku tak jadi membubuhkan warna gelap ketika mewarnai
mandala tadi. Rupanya keputusan tadi bisa menjadi salah satu manifestasi
keputusan yang kita ambil secara sadar untuk sejenak melupakan kesedihan.
Proses ini perlu dilakukan sebagai tahapan pengelolaan emosi.
Mba Intan menekankan kepada seluruh peserta webinar tentang pentingnya jatuh
cinta pada diri sendiri. Jika bisa jatuh cinta lalu kemudian putus cinta pada
orang lain, tentu kita bisa membedakan rasanya ya. Coba deh untuk jatuh cinta
pada diri sendiri. Nilailah dirimu sebagai orang yang paling berhak untuk
bahagia.
Ketika kita sadar betapa kita mencintai diri sendiri, maka tak akan ragu lagi
membubuhkan warna sesuai kesukaan kita, terutama pemilihan warna-warna yang
membuat kita bahagia. Ibaratnya gini deh, ketika mewarna saja kita takut untuk
membubuhkan warna, takut salah, itu artinya kita belum bisa keluar dari
permasalahan.
Aahh.. suka sekali deh dengan pendekatan yang dilakukan oleh Mba Intan kepada
peserta webinar dalam mengarahkan pemahaman terkait dengan proses pulihnya
seseorang dari permasalahan yang menerpa hidup. Iya juga sih, jika kita tak
memiliki rasa cinta pada diri sendiri, justru selalu mengedepankan pendapat
orang lain, rasanya ga bakal kelar-kelar deh perjalanan untuk mencapai
kebahagiaan.
Jadi pengin banget deh bisa segera membaca buku Pulih ini. Apalagi saat Mba
Widyanti menyampaikan bahwa pada buku ini bukan kepedihannya yang dikupas,
namun justru pada proses bangkitnya si penulis dari keterpurukan jiwa.
Menurutku, proses penyuntingan yang seperti itu sudah tepat sekali. Pasti buku
ini bakalan menjadi 'tombo ati' bagi penulis maupun pembaca yang mungkin saja
mengalami permasalahan yang serupa.
Semoga banyak berkah yang muncul dengan diluncurkannya buku Pulih oleh IIDN
dan Ruang Pulih. Setiap orang berhak bahagia dan mencintai diri sendiri,
seberat apapun permasalahan yang dihadapinya.
Salah satu pesan berharga dari Mba Intan yang amat kuingat adalah kekuatan
dari dalam diri untuk menggaungkan hal yang positif. Jika kita mengharapkan
banyak hal baik akan terjadi dalam diri kita, maka kesana lah diri kita akan
bergerak.
Siap membaca buku Pulih ini? Semoga saja PO berikutnya segera penuh ya agar
buku ini segera bisa dinikmati oleh pembaca secara luas.
Maturnuwun atas kehadirannya, atas liputannya, dan semua sukungannya Mbak Uniek.
BalasHapusSalam
Aku pengen banget baca buku ini mbak, walau orang teknik aku suka baca buku-buku yang berkaitan dengan psikologi.
BalasHapusSalut untuk IIDN yang mewadahi para penulis dalam menuliskan proses perjuangannya untuk pulih dan membukukan kisahnya
yap, semua orang berhak untuk pulih ya Mba.
BalasHapusAku menggarisbawahi urgensi komunitas yg sehat.
peran komunitas amat penting dalam merawat anggotanya. Setiap orang butuh perhatian dan cinta. Dukungan penuh dari sesama anggota komunitas bukanlah hal yang mustahil untuk diperoleh. Sepakaaatt tentang ini, Mba!
Mbak Uniek, aku baca ceritamu merasa pernah juga seperti itu. Saat aku merasa keknya bebanku beraaat tapi ga berani cerita ke siapa-siapa eh kok ada aja yang curhat ke aku. Curhatan dia itu membuatku sadar bebanku ga ada apa-apanya. Perlu banyak bersyukur dan melihat sisi terang.
BalasHapusWah, buku ini sepertinya menjadi pembuka atau obat hati bagi orang2 yang hatinya penuh dalam kesedihan dan penderitaan. Pulih itu butuh waktu dan proses, ga mudah memang. Bisa bernapas dan berlapang dada ya jika kita ikhlas dengan cobaan ini. Keren banget mbak :D
BalasHapusTenyata ada banyak kisah dibaliknya ya mbak.. ini buku dari judulnya aja sudah sukses membuat aku ingin baca lho mbak.. apalagi ulasan mbak uniek.. duh sepertinya banyak yang related dengan isi buku PULIH ini deh
BalasHapusSaya rasa semua manusia pernah terganggu kesehatan mentalnya. Hanya saja kadarnya berbeda-beda. Begitupun dengan batas dan cara menerimanya.
BalasHapusKalau ada seseorang yang tidak mampu mengerti kondisi orang lain yang sedang jatuh, bisa jadi karena memang ada yang salah dengan orang tersebut. Buku Pulih temanya menarik. Bisa mengajak kita untuk berempatu dan sadar kalau kesehatan mental itu sesuatu yang snagat penting
Masya Allah mbak Uniek, tambah kagum dengan kalian para wanita yang berhasil - kalau perlu dengan kapital - BERHASIL PULIH dari keterpurukan, rasa sedih yang berkepanjangan
BalasHapusAku merasa terpukul - hina - merasa gagal saat bang Naufal meninggal kemaren. Rasanya semua rasa itu membuat dada sesak dan sakiiiiit sekali, dan aku tidak tau harus mengadu ke mana
Allah tau dan mengirim sinyal banyaaaak sekali melalui semesta, dan itu membuat aku kembali kuat dan ceria.
Peluuuk Uniek dari jauh
Buat yang baik -baik saja kehidupannya kayaknya heran ada yang berlebihan dalam menyikapi sesuatu. Tapi dengan adanya buku pulih ini saya jadi tau bahwa tidak semua orang kehidupannya baik baik saja. Jadi penasaran dengan bukunya Mbak.
BalasHapusbeban yang ada pada masing-masing manusia mungkin akan berbeda dengan yang lain, namun tetap aja segala hal perlu diselesaikan, perlu disembuhkan agar lebih nyaman dengan diri sendiri
BalasHapusAku tuh pengen banget baca buku Pulih ini karena sempat baca reviewnya juga dari teman-teman, bukunya bagus dan sangat menyentuh banget. Karena memang setiap orang itu akan berbeda-beda untuk menghadapi dan memulihkannya.
BalasHapusYup setuju dengan kalimat penutup, setiap orang berhak bahagia dan mencintai dirinya sebesar apapun masalah yang sedang dihadapi.
BalasHapusSemoga buku PULIH bisa menjadi ladang amal kebaikan bagi penulis nya. Dan untuk pembaca nya juga bisa mengambil manfaat untuk kebaikan dirinya
menurutku ini lebih dari sekadar buku antologi biasa ya mbak uniek, ada filosofi mendalam dalam prosesnya..
BalasHapusdan juga menjadi buku yg membantu untuk pulih dari masalah kesehatan mental bagi penulis maupun pembacanya
Tidak mudah untuk menceritakan hal yang jadi luka batin pada pembaca ya, tapi dengan menuliskannya kesempatan pulih lebih besar dan bisa berbagi kepada yang luka diluar sana...peluk...
BalasHapusKeren banget buku dan proses penyusunannya, makasih sharingnya mbak, jadi nambah lagi wawasan tentang kesehatan jiwa dan pengelolaan emosi... Pengen baca bukunya deh...
BalasHapusWah jadi ada kontributornya yang belum sepenuhnya move on ya? Penasaran masalahnya seberat apa? Apakah dia buka2an di buku itu mbak?
BalasHapusJd mewarnai itu bener2 release stress ya? AKu blm pernah mencoba mewarnai krn malah jd lbh cenderung gk sabar, trus pelarianku makan huwaaah... jd penghen nyoba mewarnai jg deh
Saya ikut acara webinar ini, Mbak. Tapi memang nggak maksimal karena anakku lagi sakit, jadi sambil ngelonin bujang aja waktu itu. Untuk bukunya sendiri saya sudah baca sekitar 15 cerita. Masih kurang 5 cerita lagi, tapi sejauh ini sudah banyak pelajaran yang bisa saya petik. Intinya, bangkit itu bukan pilihan namun harus diusahakan meskipun perih.
BalasHapusBukunya ditulis dengan sepenuh hati ya Mbak dikerjakan dengan sepenuh hati juga. Salut.
BalasHapusPengen banget baca bukunya...secara prosesnya juga keren kebayang kalo isinya oasti keren lah...banyak hal yang bisa kita jadikan pelajaran
BalasHapusbelakangan memang isu kesehatan mental ini digaungkan dimana-mana ya, karena memang sepenting itu. semacam kaya kunci kebahagiaan
BalasHapusIya banget ya, kak Uniek..
BalasHapusPembuatan buku Pulih tentu memakan banyak waktu karena pasti butuh waktu untuk proses Pulih-nya itu sendiri.
Salut dengan IIDN dan Ruang Pulih.
Mandalanya Mbak Uniek warnanya cakep banget. Rapi lagi. Art therapy seperti mewarnai mandala ini bisa bikin efek menenangkan ya, Mbak. Aku jadi penasaran pengen baca bukunya.
BalasHapusBuku yang bisa jadi sarana pembelajaran banyak orang ya penulisnya juga pembacanya. Pulih dari segala permasalahan yang menimpa butuh waktu pastinya. Dengan terapi menuliskan beban kita, bisa jadi masalah akan terasa lebih ringan bahkan pulih diri jadinya. Buku yang sangat menarik baik misi maupun isi!
BalasHapusSebagai salah satu kontributor di buku ini, aku sangat harus mempersiapkan mental untuk menuliskan pengalaman masa lalu. Namun ini juga menjadi caraku melepaskan semua beban masa lalu tersebut. Tuliskan semua!
BalasHapusTema bukunya ini mengingatkanku pada teman online yang saat itu berani menceritakan kondisi kesehatan mentalnya yang baru disadarinya bermasalah dan akhirnya memberanikan diri konsultasi ke psikolog atau pkisiater gitu dan perlahan bisa pulih meski penuh perjuangan
BalasHapusAku paling seneng baca buku tentang real life gini mbak apalagi mengenai gimana orang bangkit dari kepurukan bisa dijadikan pelajaran juga dari cerita banyak orang
BalasHapusTerbayang bagaimana dunia perempuan yang sangat rumit. Mulai masalah pribadi, anak, rumah tangga, sampai karir dan bisnis. Semuanya dihadapi, tanpa dunia tahu betapa perempuan juga butuh tempat untuk bersandar ya...
BalasHapusPilih untuk pulih dari keterpurukannya tentu tidaklah mudah. Salut dengan semua kontributor Pulih ini...
Dulu pernah mencoba melakukan healing dgn mewarnai mandala dari sebuah buku yg emang dijual buat self healing gtu. And its work
BalasHapusBaca judulnya sudah menarik banget untuk dijadikan bahan bacaan mbak...tentunya buku ini ditulis sepenuh hati oleh penulisnya. Setiap peristiwa yang membersamai kehidupannya disajikan dengan menarik hingga tercipta buku ini. Salut dengan komunitas IIDN yang selalu menginspirasi setiap anggotanya.
BalasHapusKadangkala bagi orang lain kliatan sepele. Adahal kita gabtahu ya ada trauma tambahan sehingga buat hidupnya makin menyedihkan dan harus butuh bantuan buat bangkit
BalasHapusO, jadi pembelian buku ini sistem PO ya mbak? Kirain sudah ada di toko buku terdekat. Ide bukunya menarik, bisa dijadikan ajang curhat sekaligus menginspirasi pembaca. Konon katanya menulis bisa membuat pikiran judeg jadi tenang karena sedikit banyak sudah berani menuangkan melalui tulisan
BalasHapusPerempuan memang rentan terbelit masalah kesehatan mental, karena tuntutan terhadap perempuan itu sangat tinggo, gak di keluarga gak di kehidupan sosial. Bagus ya mba bukunya bisa mengencourage perempuan yang tengah berjibaku untuk kembali pulih.
BalasHapusAllah selalu punya cara mengangkat beban kita ya mba, kadang bukan dengan masalah yang pergi tapi dengan datangnya masalah orang lain yang enyadarkan kita, kalau hidup kita tuh jauh lebih baik.
BalasHapusAku penasaran ingin baca bukunya. Topik kesehatan mental emang banyak diungkap ya sekarang. Yang terbaik adalah mengenal diri sendiri dulu ya mba
BalasHapusTulisan adalah jendela jiwa dan menulis memulihkan jiwa. Benar banget ini, Mbak. Dengan menulis sering kali malah bisa meluapkan emosi-emosi, bahkan cerita, yang tak bisa kita ceritakan ke orang lain. Aku pun sering mengalami hal ini dan pelariannya memang ke menulis sih biar Pulih
BalasHapusArt therapynya kereen bangeet ya mba Un.. dan banyak pelajaran berharga dalam hidup
BalasHapusWriting is healing, aku selalu ingat pepatah itu san memang benar sih, menulis bisa jadi therapy yang memulihkan perasaan. Btw aku jadi penasaran baca bukunya
BalasHapusBanyak wanita yang terkadang memang memiliki hal sangat berat dalam hidup mbak apalagi pergumulan yang datang setiap hari. Salut dengan hadirnya buku pulih ini semoga menjadi hal positif di tengah wanita atau ibu Indonesia.
BalasHapus