23 Januari 2025

SalingJaga Ibu Berdaya

saling jaga ibu berdaya

Apa kira-kira yang terlintas di benak teman-teman jika membincang tentang kematian? Langsung berasa horor, ngeri, sedih, dan beraneka perasaan tidak enak lainnya ya? Apalagi ketika diajak membincang tentang kematian diri sendiri, huhuuu... berasa gimana gitu deh.

Tadinya saya pun berpikir seperti itu, sampai kemudian mendapatkan kesempatan untuk mengikuti workshop yang membahas tentang kesiapan diri dalam menghadapi kematian. Bukan rasa horor ataupun kengerian yang saya peroleh, justru wacana yang sangat bermanfaat dari narasumber yang mengolah materi ini secara menyenangkan.

Bagaimana itu kok bisa membahas kematian dengan cara menyenangkan?



SalingJaga dari Kitabisa

Awal mengikuti workshop yang digagas oleh Asuransi Kitabisa ini, saya sempat pesimis, ntar bakalan bosan atau malah apatis terhadap topik pembahasannya. Yakali kita yang masih sehat dan segar bugar ini malah diajak untuk mikirin tentang kematian kita sendiri.

Etapi pemikiran ini tidak bertahan lama. Ketika di awal workshop mas Alfatih Timur (Co-founder dan President of Kitabisa) menyampaikan sambutan yang lebih mengarah pada semangat kita untuk saling menjaga.


salingjaga kitabisa

“Selama satu dekade lebih, Kitabisa memfasilitasi kebaikan yang bersifat reaktif, menunggu ada kejadian baru membantu. Nah, kami juga berpikir bagaimana caranya bikin gotong-royong yang sifatnya proaktif, antisipasi jadi bisa menolong sebelum kejadian. Ini inspirasi lahirnya Asuransi Kitabisa dan program SalingJaga.” ~ Alfatih Timur (Co-founder & President of Kitabisa)


Selama ini kita seringnya menggalang dana dan bantuan untuk saudara-saudara kita yang membutuhkan pasca terkena musibah ataupun bencana. Ada kejadian tragisnya dulu, baru kita bergerak untuk menyumbang. Kebaikan yang dilakukan ini bersifat reaktif. Kondisi inilah yang difasilitasi oleh Kitabisa pada awal-awal berdirinya.

Pada tahun 2022, Kitabisa telah memfasilitasi lebih dari 11 juta donatur, menyalurkan lebih dari 5 triliun rupiah bantuan, hingga berhail mencapai lebih dari 300.000 program penggalangan dana.

Faktanya, orang Indonesia itu terkenal sebagai negara yang paling dermawan. Hal ini terlihat dari tingginya kemauan untuk menjadi relawan, berdonasi dan membantu orang tidak dikenal. Potensi kebaikan tersebut membutuhkan sarana yang tepat untuk penyalurannya.

Dalam rangka mengembalikan prinsip asuransi menuju semangat saling jaga antar umat, program SalingJaga yang digulirkan Kitabisa mengajak untuk mulai proaktif dalam melakukan kebaikan. Bersiap-siap dengan bantuan berupa dana sebelum ada kejadian, berjaga-jaga gitu deh ibaratnya.

Selain itu, Alfatih juga menyatakan bahwa asuransi adalah sekumpulan individu yang saling menjaga dan membantu, karena setiap kontribusi yang diberikan dapat membantu orang lain yang mengalami musibah. Oleh sebab itu, melalui Asuransi Kitabisa, dapat diketahui jumlah kontribusi yang telah terkumpul, siapa saja yang telah menerima bantuan, dan informasi lainnya.

Program SalingJaga Ibu Berdaya yang merupakan roadshow literasi keuangan ini sejak awal pelaksanaannya telah mengumpulkan lebih dari 500 ibu yang bersama-sama menyediakan sistem dukungan dan merayakan kehidupan dengan lebih tenang. SalingJaga Ibu Berdaya kini bukan sekadar workshop, tetapi juga menjadi sebuah gerakan untuk memperkuat ikatan komunitas para ibu dan membantu mereka menjadi lebih cerdas dalam merencanakan masa depan.



Kelola Keuangan Demi Masa Depan Keluarga 

Gimana sih jika ada yang bertanya: kalau kamu meninggal nanti, gimana nasib anak-anak dan keluargamu?

Terasa terlalu vulgar ya jika kita memandangnya dari sudut pandang tega dan tidak tega. Namun ternyata jika dipikirkan secara logis, ada benarnya juga loh. Terutama bagi pasangan suami istri yang sudah memiliki anak, ataupun seorang anak yang saat ini masih menjadi tulang punggung keluarganya. Di saat si pencari nafkah utama ini meninggal, bagaimana kelanjutan nasib orang-orang yang ditinggalkannya, yang selama ini sangat bergantung kepada dirinya?


Happily ever after doesn't simply happen. 

We make it happen.


kelola keuangan untuk masa depan

Kesadaran untuk memandang masalah kematian tadi sebagai hal yang biasa dan patut dipersiapkan saya dapatkan dari materi Annisa Steviani, seorang Certified Financial Planner, yang mengutarakan  bahwa bekal untuk berpulang itu bukan keajaiban. Persiapan agar suami, istri, anak ataupun keluarga yang ditinggalkan nantinya tidak oleng, maka kita sebaiknya melakukan perencanaan sejak awal.

Yang kita bahas dalam hal ini perencanaan yang berkaitan dengan keuangan. Bekal yang kita persiapkan ini di kemudian hari akan sangat bermanfaat untuk orang-orang tersayang.

Di dunia ini bukankah tidak ada kepastian yang melebihi dari datangnya kematian, iya kan? Bisa dibilang, kematian itu lebih pasti dari masa depan. Kematian bisa datang kapan saja tanpa kita tahu jadwalnya, sedangkan masa depan merupakan sesuatu yang harus kita rencanakan dengan baik.

Agar orang-orang tercinta dan keluarga bisa terjamin hidupnya, maka dalam diri kita sendiri harus diupayakan agar kondisi keuangan berjalan dengan baik. Resiko kehidupan pasti ada, namun jika kita telah memiliki rencana pengaturan keuangan yang baik, Insya Allah rasa ayem itu akan membuat kita lebih bahagia menjalani hidup.

Satu hal yang saya suka dari pemaparan Annisa saat pembahasan tentang perilaku manusia yang cenderung konsumtif. Banyak orang yang tergoda untuk mencapai kondisi kemapanan dengan membeli segala macam barang. Orang lain punya mobil, pengin punya juga, padahal penghasilan yang diperoleh tidak cukup besar untuk mendukungnya. Lalu timbullah UTANG.

Tahukah teman-teman bahwa utang konsumtif tersebut bukan masalah keuangan loh. Hobi suka berutang (termasuk dikit-dikit menggunakan paylater maupun kartu kredit tanpa menghiraukan kemampuan finansial) merupakan masalah perilaku. 

Annisa mencontohkan banyaknya orang yang terjerat utang gara-gara penggunaan kartu kredit dan asyik ngikutin judi online. Kondisi keluarga tidak dihiraukan lagi demi mengejar cuan. Cuan yang didapatkan bukan dari bekerja, namun dari berutang itu tadi. Akhirnya kehidupan keluarga jadi kacau balau gara-gara debt collector yang menagih pembayaran dan utang menumpuk karena uang digunakan untuk bermain judi online. Ngenes yaaa...

Utang yang masih bisa dikategorikan utang sehat tuh jika cicilannya masih masuk 30% penghasilan. Misalnya nih kita berutang untuk mencicil pembayaran KPR, masih oke lah ya. 

Namun ketika menggunakan kartu kredit untuk belanja-belanji, kita harus ingat bahwa bunga utangnya bisa mencapai 36% per tahun. Pinjaman online besaran bunganya 0,3% per hari, paylater kurang lebih 5% per bulan, sedangkan KTA sekitar 15% per tahun.

Bandingkan dengan jika kita berinvestasi, misalnya deposito nih, bunganya hanya sekitar 4% per tahun. Jauh banget kan jika berhitung berapa yang kita dapat dan berapa yang harus kita bayarkan dengan hitungan pengeluaran seperti itu. 

Untuk memperbaiki pola perilaku ini, Annisa menyarankan untuk mulai berpikir tentang persiapan kematian seperti tersebut di atas. Kita bisa mulai mendata aset-aset pribadi yang dimiliki dan saling terbuka dengan pasangan terkait hal tersebut. 

Mulai rencanakan hal-hal yang terkait dengan bekal akhirat, misal bagi yang muslim bisa mulai menabung untuk mendaftar haji. Bahkan tidak ada salahnya mulai membeli makam. Kita tahu kan saat ini makin sulit untuk mendapatkan lahan untuk makam. 


manfaat asuransi kitabisa

Sedangkan tanggung jawab untuk keluarga bisa kita capai melalui kepemilikan asuransi. Ada 2 hal yang berbeda jika kita membincang asuransi ini. Ada Asuransi Kesehatan, ada pula Asuransi Jiwa. Asuransi Kesehatan bisa meng-cover pengeluaran kita ketika jatuh sakit, sedangkan Asuransi Jiwa lebih pada dana yang akan didapatkan oleh ahli waris saat yang bersangkutan meninggal dunia. 

Asuransi Jiwa ini bisa dimanfaatkan oleh keluarga yang kita tinggalkan untuk membiayai proses pemakaman, biaya hidup sehari-hari, melunasi utang, melanjutkan pendidikan anak-anak, hingga menjadi salah satu bentuk warisan yang sangat bermanfaat untuk masa depan. 

Berbeda dengan investasi yang ada hitung-hitungan keuntungan dalam jangka waktu tertentu, asuransi dipersiapkan untuk menghadapi hal-hal yang tidak terduga. Kemunculan hal tidak terduga ini yang biasanya lebih sulit dihadapi. 

Jika kita sudah mempersiapkannya dari sekarang, maka rasa was-was yang sering timbul tentang masa depan anak-anak dan keluarga bisa diminimalisir. Menurut teman-teman bagaimana, apakah sudah memikirkan tentang berbagai 'persiapan' yang saya bahas di atas tadi? 



Membincang Duka Membalut Luka

Ditinggalkan oleh orang tercinta menimbulkan duka yang sangat mendalam. Saya sendiri sudah mengalami beberapa kali kehilangan.

Pada tahun 1996, di saat masih hepi-hepinya menjalani masa perkuliahan, bapak saya berpulang ke haribaan Allah karena sakit. Beliau menghembuskan napas terakhir di saat hanya saya yang berada di sisinya. Kebetulan waktu itu memang jatah saya menjaga bapak sepulang kuliah. Ibu pulang sebentar untuk mengambil baju ganti dan beberapa barang pesanan bapak. 

Tak terkira rasanya hancur hati saya waktu itu. Umur masih awal 20an, masih ada di fase kejiwaan yang belum sekuat sekarang, harus melepaskan bapak tercinta sendirian begitu. 

Lalu pada tahun 2004 kakak kandung yang nomer 3 meninggal akibat kecelakaan, tepat 3 hari menjelang Idul Fitri. Seluruh keluarga yang tadinya bersiap-siap merayakan datangnya hari kemenangan, justru harus berduka secara mendalam ketika Idul Fitri menyapa.

Saat covid melanda dunia, saya juga harus mengikhlaskan kepergian kakak sulung saya di tahun 2021. Beliau wafat di dalam ruang isolasi di rumah sakit. Hiks... bahkan untuk melihat jazadnya terakhir kali saja tidak bisa karena protokol kesehatan yang sangat ketat waktu itu. Al Fatihah untuk ketiga orang kesayangan ini.

Rasa duka akibat kehilangan ini tak mudah memudar. Kesedihan masih terasa lama selepas orang-orang tercinta pergi. Saya tahu persis bagaimana rasanya duka itu mencabik-cabik jiwa, membuatnya menjadi luka yang selalu terasa perih ketika ingatan pada orang-orang tercinta itu muncul kembali.

Yang perlu kita ingat, luka jiwa seperti ini tidak untuk dibiarkan begitu saja berlalu. Kita tidak tabu untuk memperbincangkannya, melepaskan segala beban jiwa agar terasa lebih longgar lagi hati kita. 


grieftalk id nirasha darusman

Roadshow bincang keuangan bersama Kitabisa pada tanggal 18 Januari 2025 juga menghadirkan narasumber dari Grieftalk @grieftalk.id. Ada mbak Nirasha Darusman yang secara apik dan cantik membawakan materi terkait manajemen pengelolaan duka.

Setiap peserta diajak menuliskan di secarik kertas, apa saja duka dan bahagia yang mereka rasakan. Bayangkan seandainya itu surat terakhir yang bisa kita tulis.

Duh, melow banget deh suasananya. Apalagi ketika sedang menulis surat cinta terakhir ini diiringi dengan musik yang sendu. Tak diragukan lagi, banyak yang berkaca-kaca, bahkan ada juga yang terisak-isak.

Well, sedih itu perasaan yang tak bisa diingkari. Jadi lepaskan saja tak mengapa, agar kita bisa mencoba untuk mengurainya dan bisa kembali bangkit selepas kehilangan orang tercinta.


Sungguh beruntung saya bisa berada bersama puluhan ibu yang lain di ruang meeting Hotel Normans Semarang ini, menimba ilmu bersama terkait literasi finansial dan manajemen duka. Insya Allah para ibu selalu bersatu untuk saling membantu ketika ada kesulitan. Okay ya moms, kita SalingJaga Ibu Berdaya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar